Jumat, 04 Mei 2012

93.TUGAS


Perubahan dengan pendekatan kekuatan (strength)



Umumnya, orang berpikir akan melakukan analisa serta assessment, yakni dengan pendekatan problem solving & corrective action. Dimana biasanya dimulai identifikasi problem, analisa penyebab, analisa kemungkinan pemecahan masalah lalu melakukan langkah aksi implementasi rencana agar masalah tersebut terpecahkan. Basis pendekatan ini adalah melihat bahwa organisasi tersebut merupakan suatu problema yang harus diselesaikan apapun masalahnya. Mirip dengan seorang dokter yang memeriksa penyakit, yang biasa disebut sebagai pendekatan medis.
Namun ada pendekatan alternatif terhadap masalah diatas.  Ini berdasarkan kenyataan bahwa manusia lebih suka menonjolkan hal-hal negatif (weaknesses, threats, minus) padahal manusia lebih suka melupakan kekurangan dan kesalahan masa lalu. Kita akan lebih termotivasi jika melihat kelebihan, kekuatan dan keunggulan yang dimiliki serta memberi dampak pada kemajuan organisasi. Pendekatan inilah yang dinamakan pendekatan penghargaan (appreciative), yang lebih menitikberatkan pada kekuatan, peluang dan keunggulan yang dimiliki daripada masalah, cacat maupun kelemahan yang ada.
Apakah ini merupakan hal yang baru ? ternyata Manajemen Guru, Peter Drucker dalam wawancara bukunya Next Society sudah mengatakan ” The task of leadership is to create an alignment of strength, making our weaknesses irrelevan“, jelas disini beliau menyebutkan pentingnya penyelerasan dan harmonisasi kekuatan atau keunggulan sehingga kelemahan bisa terabaikan.
Selanjutnya  pendekatan ini mulai dipopulerkan oleh David Cooperrider, dalam bukunya Introduction to Appreciative Inquiry (1995). Beliau sebelumnya sudah menulis dalam disertasi doktoralnya Appreciative Inquiry: Toward a Methodology for Understanding and Enhancing Organizational Innovation, di universitas Case Western Reserve, Ohio. Sehingga boleh dibilang, beliau adalah pelopor dan yang mempopulerkan pendekatan ini. Kelompok manajemen pun menyebutkan sebagai bagian dari Manajemen berbasis Kekuatan (Strength-based Management).
Pendekatan appreciative dimulai dengan melakukan penyelidikan (inquiry) yang biasanya menggunakan pertanyaan positif guna mempelajari kesamaan kekuatan, keunggulan, nilai-nilai bersama dan peluang potensial. Dalam fase ini, semua pandangan setiap anggota dihargai (appreciated). Selanjutnya, anggota tim dibawa ke dalam fase imajinasi dan ‘mimpi’ (dreaming), yakni merancang dan merencanakan masa depan yang diharapkan atau mau dibawa. Dalam fase ini, nilai-nilai bersama yang unggul diperkuat, harapan serta visi dibuat. Istilah kerennya envisioning result. Fase berikutnya adalah perancangan (design), yakni dimulainya rancangan sasaran jangka pendek, rencana taktis fungsional, rancangan struktur, program maupun sistem. Tujuannya mencari yang paling ideal bagi organisasi. Fase berikutnya adalah Fase aksi dan implementasi (destiny), dimana dilakukan langkah aksi untuk mentransformasikan apa yang sudah di’mimpikan’ dan dirancang untuk menjadi langkah nyata. Segala kebutuhan sumberdaya maupun jadwal waktu pencapaian dilakukan pada fase ini.
Menurut pencetusnya, penerapan metode appreciative ini mampu menghasilkan energi perubahan yang bertahan lama dan berkelanjutan (sustainable) , karena semuanya dibangun berlandaskan inti positif (positive core) dan menghargai kekuatan yang ada sekecil apapun. Sehingga lahirlah sebuah teknis analisis yang disebut SOAR (Strength, Opportunities, Aspiration, Result), sebagai alternatif pendekatan konvensional SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat).
Seberapa jauh kekuatan analisis SOAR yang didasarkan pendekatan appreciative inquiry ini dibandingkan teknik yang sudah jauh lebih mapan yakni SWOT masih menunggu waktu. Namun, seperti halnya ilmu manajemen lainnya, kehadiran teknik SOAR akan memperkaya dan melengkapi teknik manajemen lainnya dalam analisa dan pengelolaan perubahan yang tentunya bisa saling melengkapi dan berkontribusi terhadap kemajuan organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar