MASALAH ORGANISASI ISLAM
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berperang di jalan-Nya dengan barisan
yang teratur, mereka seakan-akan seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh
(QS. 61: 4)
yang berperang di jalan-Nya dengan barisan
yang teratur, mereka seakan-akan seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh
(QS. 61: 4)
Pada tahun 1990-an lalu, John L. Esposito—seorang ilmuwan yang bersimpati pada Islam pernah spontan mengucapkan Oh I See untuk meledek OIC (Organization of Islamic Conference) atau OKI (Organisasi Konferensi Islam). Ini merupakan bentuk kritik terhadap organisasi Islam terbesar di dunia itu dalam merespon berbagai isu yang berkembang waktu itu terutama soal Palestina dan berbagai problem yang dihadapi dunia Islam.
OKI dipandang amat lamban mereaksi berbagai masalah yang dihadapi. OKI sepertinya hanya semacam wadah berkumpulnya para petinggi politik dari negara-negara Muslim. Pertemuan antara para pemimpin OKI lebih sering hanya berupa rapat tahunan tanpa menghasilkan suatu rekomendasi yang serius terhadap berbagai persoalan yang menimpa umat.
Amien Rais pernah menyebut OKI sebagai macan ompong karena lemahnya kemampuan organisasi ini dalam menggerakkan potensi dunia Islam. Kenyataan ini menjadikan, umat Islam di berbagai negara cenderung menganggap OKI sama sekali tak punya pengaruh memadai dalam menjaga eksistensi umat Islam itu sendiri.
Amien Rais pernah menyebut OKI sebagai macan ompong karena lemahnya kemampuan organisasi ini dalam menggerakkan potensi dunia Islam. Kenyataan ini menjadikan, umat Islam di berbagai negara cenderung menganggap OKI sama sekali tak punya pengaruh memadai dalam menjaga eksistensi umat Islam itu sendiri.
Ketidakberdayaan umat Islam di berbagai kawasan menunjukkan lemahnya kinerja organisasi-organisasi Islam baik yang bersifat nasional, regional maupun internasional. Tekanan Israel dan negara-negara Barat terhadap Palestina sejak negara ini diperintah Hamas pada Januari lalu membuat pemerintahannya hampir tak berdaya. Secara ekonomi negeri ini kesulitan untuk bernapas. Secara politik mereka dikepung dari berbagai penjuru. Namun di saat yang sama, organisasi-organisasi Islam yang ada tak mampu membantu mereka dengan lebih berarti.
Kelemahan OKI dan berbagai oraganisasi Islam lain merupakan representasi dari kelemahan organisasi-organisasi Islam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kebanyakan organisasi Islam lemah dalam hal leadership, menejerial, pemberdayaan organ-organ organisasi dan yang selalu menjadi masalah yang sudah klasik adalah ketidakmandirian dalam penggalangan dana untuk beraktivitas.
Kelemahan OKI dan berbagai oraganisasi Islam lain merupakan representasi dari kelemahan organisasi-organisasi Islam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kebanyakan organisasi Islam lemah dalam hal leadership, menejerial, pemberdayaan organ-organ organisasi dan yang selalu menjadi masalah yang sudah klasik adalah ketidakmandirian dalam penggalangan dana untuk beraktivitas.
Yang paling mendasar dari kelemahan organisasi Islam di Indonesia adalah kelemahan SDM, hampir tak adanya data base yang kuat tentang organisasi itu sendiri dan keanggotaannya. Makanya, organisasi-organisasi Islam cenderung bekerja hanya dengan semangat yang juga setengah-setengah, tanpa data dan dapur analisis yang berkualitas.
Yang agak lucu, kebanyakan organisasi Islam yang ada di Indonesia mempunyai struktur organisasi yang gemuk dan diisi dengan person-person yang amat banyak. Dalam kenyataannya, person-person yang ditempatkan dalam berbagai bidang di organisasi itu kebanyakan tidak bekerja. Organisasi sering dipahami seperti organisasi kelas waktu kita masih belajar di sekolah dasar atau menengah. Ketua atau pimpinan oraganisasi juga seperti seorang ketua kelas. Ketua kelaslah yang mengahapus papan tulis, menjemput guru, mengambil absen atau malahan membersihkan kelas. Anggota organisasi kebanyakan hanya ongkang-ongkang dan membiarkan sang ketua untuk bekerja.
Yang agak lucu, kebanyakan organisasi Islam yang ada di Indonesia mempunyai struktur organisasi yang gemuk dan diisi dengan person-person yang amat banyak. Dalam kenyataannya, person-person yang ditempatkan dalam berbagai bidang di organisasi itu kebanyakan tidak bekerja. Organisasi sering dipahami seperti organisasi kelas waktu kita masih belajar di sekolah dasar atau menengah. Ketua atau pimpinan oraganisasi juga seperti seorang ketua kelas. Ketua kelaslah yang mengahapus papan tulis, menjemput guru, mengambil absen atau malahan membersihkan kelas. Anggota organisasi kebanyakan hanya ongkang-ongkang dan membiarkan sang ketua untuk bekerja.
Yang paling serius, banyak juga organisasi-oraganisasi Islam yang dipimpin oleh figur yang tidak tepat. Figur yang tidak tepat ini tak mampu menggerakkan organisasi karena tak mempunyai visi yang jelas, lemah dalam hal menggerakkan organisasi dan kadang-kedang tak punya karakter dan mental kepemimpinan. Padahal, dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad menyampaikan, serahkanlah segala sesuatu kepada ahlinya, kalau tidak tunggulah kehancuran.
Kenyataan ini menjadikan oraganisasi-oraganisasi Islam yang ada cenderung tak berdaya dan tak mampu menyikapi dengan cepat tentang masalah-masalahg yang dihadapi umat. Organisasi kadangkala hanya berfungsi seperti sebuah paguyuban, tempat ngumpul-ngumpul dan membicarakan sebuah isu, mengadakan acara-acara yang bersifat seremonial. Tak jarang, organisasi sering dimanfaatkan oleh para aktivisnya untuk mempunyai daya tawar politik ekonomi demi meraih keuntungan finansial dan kekuasaan.
Kenyataan ini menjadikan oraganisasi-oraganisasi Islam yang ada cenderung tak berdaya dan tak mampu menyikapi dengan cepat tentang masalah-masalahg yang dihadapi umat. Organisasi kadangkala hanya berfungsi seperti sebuah paguyuban, tempat ngumpul-ngumpul dan membicarakan sebuah isu, mengadakan acara-acara yang bersifat seremonial. Tak jarang, organisasi sering dimanfaatkan oleh para aktivisnya untuk mempunyai daya tawar politik ekonomi demi meraih keuntungan finansial dan kekuasaan.
Di sisi lain, organisasi kurang memerhatikan proses kaderisasi dengan baik. Rekruitmen kadangkala hanya dari lingkungan terdekat tanpa memerhatikan kualitas dan integritas. Hal ini membuat organisasi cenderung berjalan di tempat, tak mampu menembus perubahan dan perbaikan di masa depan.
Makanya, umat Islam mestinya mulai merenungkan kata-kata Ali bin Abi Thalib, kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tak terorganisir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar