Senin, 23 April 2012

37.tugas


Organisasi lingkungan dan selebritis dorong penegakan hukum yang berpihak pada lingkungan


JAKARTA – Pada Maret 2011, seorang tersangka penadah kulit harimau ditangkap di Payakumbuh, Sumatera Barat, disertai barang bukti berupa satu lembar kulit harimau yang bdidapatkan terdakwa seharga Rp25 juta/lembar. Terdakwa sudah menjalani lima tahap persidangan dan pada sidang pembacaan tuntutan pekan lalu, terdakwa hanya dituntut 3 tahun penjara dengan denda 3 juta rupiah.

Retno Setiyaningrum, Senior Officer Hukum & Kebijakan WWF-Indonesia menyatakan bahwa upaya para penegak hukum dalam kasus ini perlu diapresiasi, namun sayangnya tuntutan jaksa masih relatif kecil dibandingkan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah sebagaimana dimuat dalam pasal 40 ayat (2) Undang-undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Retno juga menambahkan bahwa sejak tahun 2004, pemberian sanksi kepada para terdakwa kasus-kasus perburuan dinilai tidak mampu memberikan efek jera. Pada 2009, majelis hakim di Pengadilan Negeri Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Riau, menghukum dua terdakwa kasus perburuan liar yang mengakibatkan terbunuhnya tiga ekor harimau Sumatera dengan hukuman satu tahun penjara dan denda dua juta rupiah.

Davina Hariadi, model dan Supporter Kehormatan WWF-Indonesia mengatakan, “Jaksa maupun Hakim Pengadilan Negeri Payakumbuh mestinya dapat bersikap lebih tegas. Hukuman tiga tahun penjara dan denda tiga juta rupiah rasanya masih jauh dari keadilan terhadap lingkungan, khususnya bagi perlindungan satwa terancam punah. Saya khawatir hukuman sekecil itu tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku perdagangan dan perburuan satwa liar di Indonesia.”

Nugie, musisi dan Supporter Kehormatan WWF-Indonesia menyatakan, “Harimau Sumatera adalah salah satu identitas Bangsa Indonesia. Jangan sampai satwa unik ini punah, menyusul kepunahan Harimau Jawa dan Harimau Bali. Vonis maksimum bagi penadah kulit harimau di Payakumbuh ini bisa menjadi contoh keseriusan pemerintah dalam menegakkan hukum. Apalagi kasus Perdagangan gelap satwa liar juga menyebabkan kerugian bagi negara.”

”Tingkat perburuan harimau Sumatera, khususnya di Riau dan Sumatera Barat, telah sangat mengancam populasi harimau di alam. Perburuan dan perdagangan harimau melibatkan jaringan yang sangat luas dan kompleks. Sementara proses penegakkan hukumnya masih parsial. Pada kasus penadah kulit harimau di Payakumbuh, pemburunya tidak tertangkap sampai hari ini,” kata Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit WWF-Indonesia.

Osmantri juga menambahkan bahwa seharusnya penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus perburuan dan perdagangan harimau harus menyentuh semua matarantai dari tingkat pemburu, penadah, hingga konsumen.

Harimau Sumatera merupakan salah satu spesies endemik Sumatera yang saat ini jumlahnya diperkirakan kurang dari 400 individu di alam liar. Habitatnya tersebar di seluruh Sumatera dengan titik terpadat berada di Sumatera bagian tengah, yaitu Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Hariyo T. Wibisono dari Forum HarimauKita, forum bersama yang beranggotakan 100 aktivis dari 25 organisasi lingkungan, mengatakan,“Upaya penegakkan hukum terhadap pelaku perburuan dan perdagangan harimau merupakan salah satu solusi utama dalam menekan laju penurunan populasi harimau Sumatera di alam.” Hariyo juga menambahkan keberhasilan proses penegakan hukum terhadap para pelaku perburuan dan perdagangan bagian-bagian tubuh harimau yang telah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun belakangan ini seharusnya dapat menjadi landasan bagi para penegak hukum untuk memberikan vonis maksimal terhadap para pelaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar